TINJAUAN HUKUM ATAS BATAS MINIMAL USIA UNTUK MELAKUKAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO. 16 TAHUN 2019 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NO. 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Authors

  • Padma D. Liman Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
  • Birkah Latif Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
  • Nur Azisa Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
  • Andi Syahwiah A. Sapiddin Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
  • Anhar Aswan Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
  • Maria Deriana Rosari Putrina Naha Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
  • Kadarudin Kadarudin Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia

DOI:

https://doi.org/10.33603/hermeneutika.v5i2.5633

Abstract

Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan junto Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 1974 mengatur bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur bathin/rokhani juga mempunyai peranan yang penting. Salah satu akibat perkawinan yang dapat membentuk keluarga yang bahagia, adalah dengan hadirnya keturunan dalam perkawinan tersebut, yang pemeliharaan dan pendidikannya menjadi hak dan kewajiban orang tua. Agar diperoleh keturunan yang baik dan sehat maka calon suami dan istri yang akan melangsungkan perkawinan harus telah matang jiwa raganya sehingga dapat pula mewujudkan tujuan perkawinan karena tercipta keluarga yang harmonis dan tidak mudah berakhir dengan perceraian. Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Berhubung dengan hal itu, maka diperlukan pengaturan batas usia minimal untuk kawin bagi pasangan calon suami isteri.

References

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003.

Ali Imron, Perlindungan Dan Kesejahteraan Anak, Jurnal Al-Tahrir, Vol. 13, No. 2, November 2013.

Dian Luthfiyati, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Direktorat Remaja dan Hak-hak Reproduksi Remaja, Pendewasan Usia Perkawinan dan Perlindungan Hak-hak Reproduksi bagi Remaja Indonesia, Jakarta: BKKBN, 2010.

Jewel Topsfield dan Amilia Rosa, Mengapa Pernikahan di Bawah Umur Marak di Indonesia?, 2015, lihat https://www.matamatapolitik.com/mengapa-pernikahan-di-bawah-umur-marak-di-indonesia/#

Kadarudin, Penelitian di Bidang Ilmu Hukum (Sebuah Pemahaman Awal), Semarang: Formaci Press, 2021.

Kamal Muktar, Asas-Asas Hukum Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1993.

Progress on Pause dipublikasikan pada 2014 lalu oleh pemerintah Indonesia dan badan PBB untuk anak, UNICEF.

Ratno Lukito, Hukum Sakral dan Hukum Sekuler (Studi Tentang Konflik dan Resolusi dalam Sistem Hukum Indonesia), Jakarta: Pustaka Alfabet, 2008.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, 1985.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

Winardi Triyanto, Dampak Pernikahan di Bawah Umur dalam Perspektif Hukum Islam dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Lex Privatum, Vol.I/No.3/Juli/2013.

Yupa Hanuman, Dampak Pernikahan Dini Terhadap Alat Reproduksi Wanita, Jurnal Keluarga Kesehatan Sejahtera, Vol. 13, No. 26, Desember, 2015.

Published

2021-08-09

Citation Check